Assalamu Alaikum Wr.Wb
Dalam postingan kali ini,
mari kita coba telaah sejarah kurikulum pendidikan nasional di Indonesia dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945. Tak dapat dipungkiri bahwa sejarah kurikulum di Indonesia kerap
berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga saat ini belum memenuhi strandar mutu yang jelas dan mantap. Benarkah demikian?
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU nomor 20 tahun 2003; PP nomor 19 tahun 2005)
Kurikulum di Indonesia telah mengalami perubahan, yaitu tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 dan 2006. Perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara merupakan konsekuensi terjadinya perubahan kurikulum.
Semua dikarenakan kurikulum sebagai perangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan perubahan yang terjadi di masyarakat. Setiap kurikulum pendidikan di Indonesia dirancang berdasarkan amanat yang terkandung dalam pancasila dan UUD 1945, bedanya hanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan nasional serta realisasinya.
Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum yang pertama lahir memakai istilah leer plan dalam istilah Belanda yang artinya rencana pelajaran lebih populer ketimbang istilah curriculum (bahasa Inggris). Rencana pelajaran 1947 mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian kesenian dan pendidikan jasmani. Bentuknya memuat dua pokok : daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya dan garis-garis besar pengajaran.
Rencana Pelajaran 1952
Sering juga disebut Rencana Pelajaran Terurai karena dalam kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran. Silabus mata pelajarannya jelas sekali, seorang guru mengajar satu mata pelajaran.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasi menjadi lima kelompok bidang studi : moral. Kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan jasmaniah.
Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan kurikulum 1964, yakni dilakukan perubahan struktur kulrikulum pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum ini merupakan perwujudan perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia pancasila sejati, kuat, sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Kurikulum 1968 bersifat politis : mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk orde lama.
Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Lebih menekankan pada pendekatan organisasi materi pelajaran : kelompok pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajaran 9.
Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efesien. Dilatarbelakangi oleh pengaruh konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (manajemen by objektive) yang terkenal saat itu.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Pada zaman itu dikenal istilah satuan pengajaran, yaitu rencana pelajaran setian satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi : Tujuan Instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang alan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
Kurikulum 1984
Kurikulum 1994 mengusung proces skill approach (pendekatan proses) tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini sering juga disebut kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar, dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini lebih populer dengan istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) atau SAL (Student Active Learning).
Tokoh penting dibalik lahirnya kurikulm 1984 adala Prof. Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan hasil bagus setelah dicobakan di sekolah-sekolah, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterakpan secara nasional.
Sayangnya banyak sekolah yang kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat suasana kelas gaduh lantaran siswa berdiskusi, disama-sini banyak tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model ceramah. Penolakan CBSA pun bermunculan.
Kurikulum 1994 Suplemen 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Jiwanya ingin mengkombinasi antara kurikulum 1975 dan kurikulum 1984, antar pendekatan proses. Sayangnya, perpaduan tujuan dan proses berlum berhasil
Beban belajar siswa dinilai terlalu berat dari muatan nasinal hingga muatan lokal. Muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Kurikulum 1994 menjadi kurikulum super padat. Lengsernya Soeharto 1998, diikuti pula kehadiran Suplemen Kurikulum 1999 yang perubahannya lebih pada menambal materi.
Kurikulum 2004
Kurikulum 2004 lebih keren dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap mata pelajaran dirinci berdasarkan kompetensi apa yang mesti di capai siswa. Kerancuan muncul pada alat ukur pencapaian kompetensi siswa yang berupa Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Nasional yang masih berupa soal pilihan ganda. Bila tujuannya pada pencapaian kompetensi yang diinginkan pada siswa, tentu alat ukurnya lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur sejauh mana pemahaman dan kompetensi siswa.
Walhasil, hasil KBK tidak memuaskan dan guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendididkan (KTSP)
Awal tahun 2006 kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dimunculkan meski tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan kurikulum 2004.
Perbedaan dengan KBK, dalam KTSP guru lebih diberi kebabasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi siswa berada. Hal ini disebabkan kerangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar(SKKD) setiap mata pelajaran untk satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Depdiknas. Jadi pengembangan perangkat pembelajaran, seperti silabus, sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan.
Dikutip dari Majalah Dunia Pendidikan terbitan Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel